Rabu, 29 Maret 2017

HUKUM PERIKATAN


Pengertian Hukum Perikatan

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Dasar Hukum Perikatan

Menurut ketentuan Pasal 1233 BW perikatan bersumber dari perjanjian dan undang undang. Perikatan yang bersumber dari perjanjian diatur dalam titel II (Pasal 1313 s.d. 1351) dan titel V s.d. XVIII (Pasal 1457 s.d. 1864) Buku III BW.
Sedangkan perikatan yang bersumber dari undang undang diatur dalam titel III (Pasal 1352 s.d. 1380) Buku III BW. Perikatan yang bersumber dari undang undang menurut Pasal 1352 BW dibedakan atas perikatan yang lahir dari undang undang (uit de wet allen) dan perikatan yang lahir dari undang undang karena perbuatan manusia (uit de wet door’s mensen toedoen).
Kemudian perikatan yang lahir dari undang undang karena perbuatan manusia menurut Pasal 1353 BW dibedakan lagi atas perbuatan yang sesuai dengan hukum (rechmatige) dan perbuatan yang melawan hukum (onrechtmatige).

Asas-asas Dalam Hukum Perikatan

1.       Sistem terbuka dan asas konsensualisme (Ps. 1338 (1)) Sistem terbuka dan sistem tertutup berkaitan dengan aanvullend recht (optinal law) atau hukum pelengkap. Konsensualisme lahir pada saat tercapai kata sepakat
2.       Asas kebebasan berkontrak yaitu kebebasan untuk menentukan isi dan bentuk perjanjian
3.       Asas kekuatan mengikat yaitu asas yang menyatakan bahwa para pihak terkait untuk melaksanakan isi perjanjian termasuk terikat pada kebiasaan & kepatutan
4.       Asas kepribadian  yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri (Ps. 1315 jo 1340). Pengecualiannya ps. 1317
5.       Asas itikad baik  (ps. 1338)  perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik harus diartikan objektif. Maksudnya perjanjian didasarkan pada keadilan, kepatutan, dan kesusilaan.
6.       Asas Pacta Sunt Servanda berkaitan dengan akibat perjanjian (Ps. 1338 ayat (1)) adanya asas kepastian hokum. Pada asas ini tersimpul adanya larangan bagi para hakim untuk mencampuri isi dari perjanjian

Wanprestasi dan Akibat-akibatnya

Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Bentuk-bentuk wan prestasi :
1.       Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
2.       Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
3.       Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4.       Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga. Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata.
Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berupa:
1.       Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi);
2.       Pembatalan perjanjian;
3.       Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya  kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan oleh krediturdalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan sebagai berikut (Pasal 1276 KUHPerdata):
1.       Memenuhi/melaksanakan perjanjian;
2.       Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;
3.       Membayar ganti rugi;
4.       Membatalkan perjanjian; dan
5.       Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
Hapusnya Perikatan

Menurut ketentuan Pasal 1381 KUHPer, sesuatu perikatan baik yang lahir dari perjanjian maupun undang undang dapat berakhir karena, beberapa hal antara lain: (Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 243)
1.       Pembayaran (betaling), yaitu jika kewajibannya terhadap perikatan itu telah dipenuhi (Pasal 1382 KUH Perdata);
2.       Penawaran bayar tunai diikuti penyimpanan/penitipan (consignatie), yaitu pembayaran  tunai yang diberikan oleh debitor, namun tidak diterima kreditor kemudian oleh dibitor  disimpan pada pengadilan (Pasal 1404 KUH Perdata);
3.       Pembaruan utang (novasi), yang apabila utang yang lama digantikan oleh utang yang  baru (Pasal 1416 dan 1417 KUH Perdata);
4.       Kompensasi atau Imbalan (vergelijking), yaitu apabila kedua belah pihak saling berutang,  maka utang mereka masing masing diperhitungkan;
5.       Percampuran utang (schuldvermenging), yaitu apabila pada suatu perikatan kedudukan  kreditor dan debitor ada di satu tangan seperti pada warisan (Pasal 1436 dan 1437 KUH  Perdata);
6.       Pembebasan utang (kwijtschelding der schuld), yaitu apabila kreditor membebaskan segala utang-utang dan kewajiban pihak debitor (Pasal 1438-1441 KUH Perdata);
7.       Batal dan Pembatalan (nietigheid ot te niet doening), yaitu apabila perikatan itu batal atau dibatalkan; misalnya terdapat paksaan (Pasal 1446 KUH Perdata);
8.       Hilangnya benda yang diperjanjikan (het vergaan der verschuldigde zaak), yaitu apabila  benda yang diperjanjikan binasa, hilang atau menjadi tidak dapat diperdagangkan (Pasal  1444-1445 KUH Perdata);
9.       Timbul syarat yang membatalkan (door werking ener ontbindende voorwaarde), yaitu  ketentuan isi perjanjian yang disetujui kedua belah pihak;
10.   Kedaluwarsa (verjaring).
Sumber :
bem.law.ui.ac.id/fhuiguide/uploads/materi/hukum-perikatan.ppt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar