Pengertian
Hukum Perikatan
Perikatan adalah
suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak
menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu.
Dasar Hukum
Perikatan
Menurut
ketentuan Pasal 1233 BW perikatan bersumber dari perjanjian dan undang undang.
Perikatan yang bersumber dari perjanjian diatur dalam titel II (Pasal 1313 s.d.
1351) dan titel V s.d. XVIII (Pasal 1457 s.d. 1864) Buku III BW.
Sedangkan
perikatan yang bersumber dari undang undang diatur dalam titel III (Pasal 1352
s.d. 1380) Buku III BW. Perikatan yang bersumber dari undang undang menurut
Pasal 1352 BW dibedakan atas perikatan yang lahir dari undang undang (uit de
wet allen) dan perikatan yang lahir dari undang undang karena perbuatan manusia
(uit de wet door’s mensen toedoen).
Kemudian
perikatan yang lahir dari undang undang karena perbuatan manusia menurut Pasal
1353 BW dibedakan lagi atas perbuatan yang sesuai dengan hukum (rechmatige) dan
perbuatan yang melawan hukum (onrechtmatige).
Asas-asas Dalam Hukum Perikatan
1.
Sistem
terbuka dan asas konsensualisme (Ps. 1338 (1)) Sistem terbuka dan sistem tertutup berkaitan
dengan aanvullend recht (optinal law) atau hukum pelengkap. Konsensualisme lahir pada saat
tercapai kata sepakat
2.
Asas
kebebasan berkontrak yaitu kebebasan untuk menentukan isi dan bentuk perjanjian
3.
Asas
kekuatan mengikat yaitu asas yang menyatakan bahwa para pihak terkait untuk melaksanakan isi
perjanjian termasuk terikat pada kebiasaan & kepatutan
4.
Asas
kepribadian yaitu asas yang menyatakan
bahwa perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri (Ps.
1315 jo 1340). Pengecualiannya ps. 1317
5.
Asas
itikad baik (ps. 1338) perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.
Itikad baik harus diartikan objektif. Maksudnya perjanjian didasarkan pada
keadilan, kepatutan, dan kesusilaan.
6.
Asas
Pacta Sunt Servanda berkaitan dengan akibat perjanjian (Ps. 1338 ayat (1)) adanya asas kepastian hokum. Pada asas ini tersimpul adanya
larangan bagi para hakim untuk mencampuri isi dari perjanjian
Wanprestasi
dan Akibat-akibatnya
Wanprestasi dapat diartikan
sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena
kesengajaan atau kelalaian.
Bentuk-bentuk wan
prestasi :
1.
Tidak melaksanakan
prestasi sama sekali;
2.
Melaksanakan tetapi
tidak tepat waktu (terlambat);
3.
Melaksanakan tetapi
tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4.
Debitur melaksanakan
yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Pihak yang merasa
dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian,
pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan
wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah
dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut,
serta bunga. Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata.
Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berupa:
1.
Membayar kerugian yang
diderita oleh kreditur (ganti rugi);
2.
Pembatalan perjanjian;
3.
Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
Membayar biaya perkara,
kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka
yang dapat dilakukan oleh krediturdalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada
lima kemungkinan sebagai berikut (Pasal 1276 KUHPerdata):
1.
Memenuhi/melaksanakan
perjanjian;
2.
Memenuhi perjanjian
disertai keharusan membayar ganti rugi;
3.
Membayar ganti rugi;
4.
Membatalkan perjanjian;
dan
5.
Membatalkan perjanjian
disertai dengan ganti rugi.
Hapusnya
Perikatan
Menurut ketentuan Pasal
1381 KUHPer, sesuatu perikatan baik yang lahir dari perjanjian maupun undang
undang dapat berakhir karena, beberapa hal antara lain: (Titik Triwulan Tutik,
Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 243)
1.
Pembayaran (betaling),
yaitu jika kewajibannya terhadap perikatan itu telah dipenuhi (Pasal 1382 KUH
Perdata);
2.
Penawaran bayar tunai
diikuti penyimpanan/penitipan (consignatie), yaitu pembayaran tunai yang
diberikan oleh debitor, namun tidak diterima kreditor kemudian oleh dibitor disimpan pada pengadilan (Pasal 1404 KUH Perdata);
3.
Pembaruan utang (novasi),
yang apabila utang yang lama digantikan oleh utang yang baru (Pasal 1416 dan
1417 KUH Perdata);
4.
Kompensasi atau Imbalan
(vergelijking), yaitu apabila kedua belah pihak saling berutang, maka utang
mereka masing masing diperhitungkan;
5.
Percampuran utang
(schuldvermenging), yaitu apabila pada suatu perikatan kedudukan kreditor dan
debitor ada di satu tangan seperti pada warisan (Pasal 1436 dan 1437 KUH Perdata);
6.
Pembebasan utang
(kwijtschelding der schuld), yaitu apabila kreditor membebaskan segala
utang-utang dan kewajiban pihak debitor (Pasal 1438-1441 KUH Perdata);
7.
Batal dan Pembatalan
(nietigheid ot te niet doening), yaitu apabila perikatan itu batal atau
dibatalkan; misalnya terdapat paksaan (Pasal 1446 KUH Perdata);
8.
Hilangnya benda yang
diperjanjikan (het vergaan der verschuldigde zaak), yaitu apabila benda yang
diperjanjikan binasa, hilang atau menjadi tidak dapat diperdagangkan (Pasal 1444-1445 KUH Perdata);
9.
Timbul syarat yang
membatalkan (door werking ener ontbindende voorwaarde), yaitu ketentuan isi
perjanjian yang disetujui kedua belah pihak;
10.
Kedaluwarsa (verjaring).
Sumber :
bem.law.ui.ac.id/fhuiguide/uploads/materi/hukum-perikatan.ppt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar